Di Kota Malang, nama Badan Penanggulangan Bencana Daerah sudah tidak asing lagi di telinga warga. OPD yang secara khusus menangani urusan kebencanaan ini kini telah berusia empat tahun. Seperti diketahui, BPBD Kota Malang dibentuk pada akhir tahun 2014 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014 beserta turunannya yakni Peraturan Walikota Nomor 44 tahun 2014. Kendati berusia muda, namun pamornya kini tengah naik daun di mata warga.

OPD yang sebelumnya “menumpang” di Kantor Bakesbangpol Kota Malang sudah banyak menangani berbagai jenis kejadian bencana selama kurun waktu 2014 hingga sekarang.

Sebelumnya di tahun 2014, BPBD Kota Malang sudah harus menangani dan menghadapi peristiwa kecelakaan pesawat komersil AirAsia, jatuhnya super tucano, tanah longsor, angin puting beliung dan kejadian bencana lainnya yang bersifat periodik meski hanya berkekuatan 18 orang ASN saat itu. Kendati penanganan berakhir sukses namun tak dipungkiri bahwa kekurangan dan keterbatasan tetap membayangi baik anggaran, sumber daya manusia hingga regulasi.

Kasubag Penyusunan Program BPBD Kota Malang, Tri Astutik Indriani tak menampik perihal ini. Dirinya menyebut anggaran BPBD selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan, namun jumlah tersebut tak terlalu mencolok mengingat anggaran yang didapat tak lebih dari 1% dari anggaran total APBD Kota Malang.

Wanita berhijab yang akrab dipanggil Tutik ini mengungkapkan di awal tahun 2015, pagu anggaran untuk BPBD Kota Malang sebesar Rp. 2 milyar yang dipergunakan untuk program pencegahan dini penanggulangan korban bencana alam. Selanjutnya di 2016, anggaran yang didapat sebesar Rp. 3,5 milyar atau 0.19% dari anggaran APBD Kota Malang. Untuk tahun 2017 anggaran yang diberikan Rp. 6,45 milyar dan di tahun 2018, anggaran BPBD Kota Malang sebesar Rp. 8,075 milyar atau 0.71% dari anggaran APBD Kota Malang.

“Anggaran ini terbilang kecil. Ini menjadi ironi, di satu sisi bencana meningkat namun dananya tidak mencukupi. Tak urung hal ini menjadi perhatian kami dalam membagi anggaran ke sejumlah program” terang Tutik. Sekedar mengingatkan, di tahun 2015 BPBD mencatat ada 35 kejadian, di tahun 2016 sebanyak 110 bencana terjadi di Kota Malang. Tahun 2017 sebanyak 192 bencana dan 2018 per Agustus tercatat 121 bencana.

Selain minimnya anggaran, formasi pegawai pun jadi keluhan. Hingga Agustus 2018 kekuatan personil berstatus ASN hanya 24 orang. Jumlah yang kurang ideal tentunya dibanding jumlah kejadian bencana yang tersebar di 5 kecamatan.

“Mujurnya kami dibantu oleh 25 tenaga TPOK dan relawan yang menjadi TRC. Namun kami juga membutuhkan pegawai yang berstatus ASN saat penugasan yang bersifat kedinasan resmi” aku Tutik.

Sementara itu Kepala Pelaksana BPBD Kota Malang, J. Hartono, mengamini pernyataan Tutik. Hartono mengatakan saat ini isu kebencanaan kian “seksi” sejak banyak bencana besar melanda negeri ini dan tak pelak membuat pemerintah memasukkan bidang kebencanaan menjadi urusan wajib pemerintahan, tak lagi menjadi urusan pilihan.

“Ada batasan prosentase minimal anggaran kebencanaan terhadap total APBD daerah, harapan kita ada penyesuaian kedepannya” tutur Hartono.

Pria penyuka fotografi ini juga menambahkan kebutuhan sarana dan prasarana kebencanaan juga turut mempengaruhi kinerja dan pelayanan instansi yang dipimpinnya. Menurutnya BPBD masih banyak membutuhkan sarana prasarana dasar penanggulangan bencana seperti kendaraan lapangan, logistik, peralatan rescue, peralatan deteksi dini (EWS) dan infrastruktur representatif yang kesemuanya berujung pada penambahan anggaran.

BPBD pun kesulitan untuk menyimpan logistik bahan makanan, selimut, tenda hingga peralatan mesin mengingat gudang yang ada berukuran kecil dan meminjam ruangan Bakesbangpol Kota Malang.

“Tapi kita tetap bersyukur dengan kondisi sekarang ini. Kami berusaha bekerja optimal dan fokus pada pelayanan ke masyarakat” ucap Hartono.

Selama empat tahun berdiri, BPBD Kota Malang telah menuai banyak kemajuan. Hingga 2018 telah terbentuk 8 kelurahan tangguh, tim monitoring / pemantau di tiap kelurahan, dilaksanakannya latihan gabungan di 5 kecamatan, pengaktifan tim Jitupasna hingga penanganan kedaruratan maupun pasca bencana.

Selain itu, tingkat kesadaran dan kepedulian warga terhadap bencana juga makin meningkat seiring peran BPBD dalam mengedukasi masyarakat terkait mitigasi. Membanjirnya permintaan untuk menjadi pembina Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB), adanya rencana kontingensi banjir, banyaknya MOU dengan perguruan tinggi, simulasi bersama dengan rumah sakit hingga permintaan pendampingan dalam penentuan jalur evakuasi.

“BPBD juga turut berperan dalam membantu persiapan penilaian lomba kelurahan tingkat nasional dimana Kelurahan Sawojajar menang tahun kemarin” terang Hartono.

Di tingkat regulasi, BPBD Kota Malang telah menyelesaikan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana, dan kini bersiap menyelesaikan Peraturan Walikota yang mengatur tentang mitigasi.

“Beberapa Standar Operasi dan Prosedur (SOP) sudah pula kami susun dan publikasikan. Kini kami bersiap mengawal pembuatan Peraturan Walikota tentang mitigasi” tutur mantan Kadis Pasar ini menambahkan.

Kini BPBD Kota Malang boleh berbangga hati, eksistensi dan popularitasnya makin berkibar di hati warga Kota Malang walau terjepit isu keterbatasan anggaran. Semoga kekurangan dan keterbatasan tidak menyurutkan niat dan langkah dalam melayani warga Kota Malang dalam penanganan bencana. (zie)

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *