Dalam sebuah pemetaan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menunjukkan adanya potensi bencana geologi di Malang Raya, khususnya Kota Malang. Riset mereka ini bahkan menyebut kekuatan skala intensitasnya bisa mencapai magnitudo 4-5 jika terjadi gempa.

Dalam studi lainnya, juga menemukan adanya tiga pertemuan sesar aktif di bawah bumi Jawa Timur. Hal ini berarti tingkat kerawanan bencana khususnya gempa bumi tektonik patut mendapat perhatian serius.

Atas temuan ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang pun angkat bicara. Usai melakukan audiensi dengan pihak PVMBG, Sekretaris BPBD Kota Malang, Tri Oky menyatakan informasi ini cukup mengagetkan, karena selama ini warga Kota Malang tidak menyadari adanya potensi gempa di wilayahnya.

Tri Oky menambahkan, umumnya masyarakat hanya tahu gempa lebih sering terjadi di selatan laut Jawa dan jika Gunung Semeru, Kelud dan gunung lainnya erupsi akan berdampak gempa, selain mungkin awan panas atau debu. “Ternyata di bawah bumi Arema yang kita pijak, tersimpan potensi gempa akibat perpanjangan sesar aktif Bojonegoro dan Sidoarjo. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus bagi kami,” terang Oky, Jumat (5/4/19).

Lebih lanjut Oky menerangkan sebagai institusi penyelenggara penanggulangan bencana, BPBD Kota Malang tentunya berkomitmen untuk memberikan pengetahuan dan edukasi kebencanaan. Hal ini diprioritaskan sebagai bentuk upaya meminimalkan risiko bencana.

Pria kelahiran Purworejo ini juga menyebut sebagai salah satu upaya kesiapsiagaan, BPBD akan meningkatkan kerjasama multipihak dengan BPBD se-Malang Raya, juga dengan memberi pemahaman gempa kepada masyarakat luas, termasuk dengan membangun sistem pantau getaran gempa. “Tahun ini kami akan pasang alat seismometer. Alat ini akan mencatat setiap gerakan lempeng bumi baik yang kecil hingga besar. Jadi kita tahu langkah antisipatif guna evakuasi,” urainya.

Ditemui terpisah, analis bencana BPBD Kota Malang, Mahfuzi mengatakan jika memutar sejarah gempa, provinsi Jawa Timur termasuk wilayah langganan gempa. Khusus di Malang, gempa yang pernah terjadi pada 19 Februari 1967 menyebabkan kerusakan parah di Dampit, 1.539 rumah rusak, 14 orang tewas, 72 orang luka-luka. Sementara di Gondanglegi terdapat 9 orang tewas, 49 orang luka-luka, 119 bangunan roboh, 402 retak dan 5 masjid rusak. Saat itu skala intensitas gempa diperkirakan sebesar VII – IX MMI.

“Sebelumnya gempa juga terjadi di Malang pada 20 Nopember 1958 dengan skala intensitas gempa mencapai VII-VIII MMI. Akibat gempa terjadi banyak retakan pada bangunan, tanah, dan adanya korban jiwa,” sebut pria lulusan Unibraw ini.

Mengamini pernyataan Tri Oky, Mahfuzi sependapat untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana. Selain dengan membangun semangat siaga bencana, juga perlu untuk memasang perangkat penunjang berupa seismometer sebagai bentuk peringatan dini. “Pemasangan seismometer perlu sebagai bentuk preventif antisipatif, namun lebih penting lagi menyiapkan budaya masyarakat yang tanggap dan tangguh serta sadar bencana. Dengan demikian sebesar apapun ancaman bencananya, masyarakat sudah siap,” tutupnya.

Pewarta : Mahfuzi
Editor : Azis Wijaya

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *