Wilayah Kota Malang memiliki kondisi geografis yang unik yaitu dikelilingi gunung api, dibelah Sungai Brantas dengan banyak anak sungai dan berada disekitar sesar aktif. Kondisi ini menjadikan Kota Malang memiliki beragam potensi bencana alam, seperti tanah longsor, banjir/genangan air, angin kencang, letusan gunung api dan gempa bumi.
Potensi yang berubah menjadi kejadian bencana memang sebuah keniscayaan. Maka dari itu diperlukan penanganan pasca bencana yang meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Penanganan pasca bencana itupun tidak sepenuhnya tanggung jawab BPBD, melainkan tanggung jawab bersama semua pihak.
Berkaitan dengan hal tersebut, BPBD Kota Malang menggelar acara Sosialisasi Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana di Hotel Sahid Montana pada Kamis (11/4/2019). Acara ini dihadiri ±86 peserta dari berbagai dinas/badan dan kelurahan di lingkup Pemerintahan Kota Malang serta pihak akademisi dari Universitas Brawijaya.
Acara dibuka oleh Heru Prijantono selaku Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Malang. Dalam sambutannya, Heru menjelaskan bagaimana peran serta BPBD dalam penanganan pasca bencana. Sesuai dengan prinsip build back better and safer yaitu tidak hanya sekadar membangun kembali rumah atau bangunan yang rusak dengan risiko yang sama, tetapi membangun secara berkesinambungan agar risiko bencana berkurang secara signifikan.
“Kami melakukan penanganan pasca bencana berdasarkan regulasi dan ada skala prioritasnya,” paparnya.
Acara yang terbagi dalam 2 sesi ini menghadirkan 4 pemateri. Materi pertama diisi oleh Jayadi Imam Nugroho, Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Magelang. Dilanjutkan sesi kedua diisi oleh Siswanto dari Barenlitbang Kota Malang. Kemudian dilanjutkan pemateri ke-3 oleh Bambang Nugroho dari Dinas PUPR Kota Malang dan yang terakhir diisi oleh Turniningtyas akademisi dari Universitas Brawijaya.
Dihadirkannya Empat pemateri ini bukan tanpa alasan. BPBD Kabupaten Magelang dipilih karena dinilai mempunyai potensi bencana yang hampir mirip dengan Kota Malang dan relatif berhasil melakukan penanganan pasca bencana. Selanjutnya Barenlitbang dan DPUPR merupakan perencana dan pengembang tata kelola ruang yang berkaitan erat dalam usaha teknis rehabilitasi dan rekonstruksi. Terakhir, perguruan tinggi mempunyai peran dalam upaya kajian dan pendampingan pemulihan sosial ekonomi serta infrastruktur.
Tidak dipungkiri, keterbatasan dana, adanya benturan regulasi dan kurangnya koordinasi, merupakan hambatan dalam penanganan pasca bencana. Melalui kegiatan ini, diharapkan tiap OPD dapat mengetahui potensi, kapasitas dan peran serta dalam penanganan pasca bencana. Pada akhirnya, masyarakat bersama seluruh stakeholder bersinergi mencapai visi yang sama dalam penanganan pasca bencana yang komprehensif.