BPBD Kota Malang | Terletak di sela-sela gunung berapi aktif dan dibelah oleh sungai berdebit tinggi saat hujan dating menjadikan Kota Malang masuk dalam wilayah rawan bencana. Terlebih kondisi wilayahnya yang sangat dipengaruhi perubahan suhu dan iklim dari samudera hindia dan benua Australia kian membuat Kota Malang rentan terhadap bencana hidrometereologi.

Meski warga Malang lebih mengenal genangan air dan pohon tumbang saat musim hujan tiba, namun tak banyak yang tahu bahwa kejadian bencana di Kota Malang tercatat cukup banyak.

Berikut beberapa fakta yang terangkum selama lima tahun terakhir (2015 – 2019) :

1. Tercatat 623 Kasus Bencana


Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Malang, melalui Pusdalops PB mencatat 623 kasus bencana yang melanda Kota Malang selama periode 2015-2019. Saat awal berdiri, BPBD mencatat 12 kasus pada tahun 2015, 101 kasus tahun 2016, 192 kasus di tahun 2017, kemudian 222 kasus selama 2018 dan hingga pertengahan Juni 2019 tercatat 96 kasus kejadian bencana.

2. Tanah Longsor dan Kebakaran Tertinggi


Menurut data Pusdalops PB dari 623 kasus bencana 35,6% diantaranya tanah longsor (222 kasus) dan 23,4% kebakaran (146 kasus). Sementara itu jenis bencana pohon tumbang teridentifikasi 123 kejadian atau 19,7%. Kejadian lainnya seperti angin kencang, genangan air, dan gempa hanya menyumbang kurang darin 50 kasus. Analis Bencana BPBD Kota Malang, Mahfuzi menilai tanah longsor dan kebakaran merupakan bencana langganan. Hal ini diperkuat posisi geomorfologi wilayah dan kerapatan permukiman di Kota Malang. “Faktor-faktor ini tentu menambah potensi kerawanan bencana yang harus diimbangi dengan langkah-langkah mitigasi dan pencegahan,” ucap Mahfuzi

3. Nilai Kerugian Lebih dari Rp. 24 Miliar

Mahfuzi menyebut nilai kerugian akibat bencana dihitung berdasarkan kerusakan dan kerugian yang dialami. Nilai ini adalah komulatif dari dampak fisik dan non fisik yang bisa dirasakan korban bencana. Hingga pertengahan Juni 2019 tercatat kerugian Rp. 24.682.679.200,- dimana tahun 2015 sebanyak Rp. 1.153.000.000,-, tahun 2016 sebesar Rp. 867.485.000,- tahun 2017 sebanyak Rp. 6.164.069.500,- kemudian tahun 2018 tercatat Rp. 6.658.146.850,- dan per Juni 2019 sebesar Rp. 9.839.983.500,-

4. Kecamatan Kedungkandang Tertinggi
Dari lima kecamatan yang ada, Kecamatan Kedungkandang memiliki angka kejadian tertinggi dibanding 4 kecamatan lainnya. Tercatat 145 kasus bencana atau 24,3% selama 5 tahun terakhir. Sementara itu di Kecamatan Blimbing dan Klojen memiliki angka kejadian serupa yakni 122 kasus (20,5%) dan Lowokwaru dengan 104 kasus atau 17,4%. Posisi terbawah ditempati Kecamatan Sukun dengan 103 kejadian atau 17,3%

5. Korban Jiwa Capai 22 Orang


Bencana yang melanda Kota Malang tak hanya merusak infrastruktur dan fasilitas umum, namun berimbas pula pada korban jiwa manusia. Tercatat 22 jiwa melayang, luka-luka sebanyak 32 orang dan korban mengungsi 171 orang. Untuk meminimalkan korban akibat bencana, dilakukan pengurangan risiko bencana lewat berbagai sektor.

6. Punya Potensi Gempa


Kendati jarang terjadi gempa, namun studi PVMBG menyebutkan adanya tiga pertemuan sesar aktif di bawah bumi Jawa Timur. Potensi gempa ini akibat perpanjangan sesar aktif Bojonegoro dan Sidoarjo. Hal ini berarti tingkat kerawanan bencana khususnya gempa bumi tektonik patut mendapat perhatian serius. Hal ini ada benarnya, karena jika memutar sejarah gempa, provinsi Jawa Timur termasuk wilayah langganan gempa. Khusus di Malang, gempa yang pernah terjadi pada 19 Februari 1967 menyebabkan kerusakan parah di Dampit, 1.539 rumah rusak, 14 orang tewas, 72 orang luka-luka. Sementara di Gondanglegi terdapat 9 orang tewas, 49 orang luka-luka, 119 bangunan roboh, 402 retak dan 5 masjid rusak. Saat itu skala intensitas gempa diperkirakan sebesar VII – IX MMI.

7. Terjadi Pada Kawasan Rawan Bencana


Dari semua kasus bencana, rata-rata terjadi pada lokasi rawan bencana. Hampir sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota Malang rawan bencana longsor sebagai akibat faktor morfologi sungai serta permukiman. Sedangkan kebakaran kerap terjadi di wilayah permukiman padat penduduk dengan penyebab kelalaian manusia atau hubungan arus pendek.

“Kami dari BPBD menghimbau warga untuk selalu mewaspadai potensi bencana. Kenali bencananya, kurangi risikonya dengan tidak berdiam di tebing sungai, berteduh saat hujan di bawah pohon, matikan listrik saat ada genangan air dan berhati-hati menyalakan lilin,” pungkasnya.

Pewarta : Mahfuzi

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *