BPBD Kota Malang |Geliat bisnis properti di Kota Malang kian memberikan perkembangan yang positif. Pengembang-pengembang perumahan baru terus bermunculan. Pameran perumahan pun penuh sesak pengunjung dengan menawarkan kavling tanah, rumah, town house, kondotel, ruko hingga apartemen.

Namun, dibalik itu tawaran lokasi yang strategis, desain yang modern serta konsep hunian yang menjanjikan kenyamanan – apakah properti yang dijajakan telah memenuhi konsep bangunan ramah bencana?
“Jika melihat jumlah dan tren bencana di Kota Malang, para pengembang harus memperhatikan aspek keamanan terhadap bencana. Dari sisi anggaran memang sedikit membebani, tapi pembeli akan merasa terlindungi,” kata Mahfuzi, analis bencana BPBD Kota Malang.

Dihubungi lewat sambungan telepon, Sabtu (20/7/19) Mahfuzi menyebut menipisnya stok lahan untuk permukiman membuat pebisnis putar otak dengan mengusung konsep hunian vertikal. Dengan luas yang minim namun dapat dimaksimalkan dengan menambah ruang ke atas.

“Nah pengembangan bangunan model ini harus memperhatikan sisi keamanan bagi penghuninya. Baik rumah tapak, kopel sampai bangunan blok tinggi (apartemen) harus menyisakan jalur untuk evakuasi kedaruratan,” terang Mahfuzi.

Lebih jauh Mahfuzi menjabarkan bangunan yang didesain umumnya sudah dihitung kekuatan bahannya. Ada yang tahan gempa, tahan guling maupun geser. Meski demikian tak banyak ditemukan lokasi perumahan yang menyediakan jalur evakuasi hingga titik kumpul.

Konsep keamanan bangunan pun tak melulu soal K3 (keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja), namun meliputi pula desain yang merujuk potensi bencana serta tersedianya sarana prasarana kedaruratan. Sebut saja jalur evakuasi, tangga darurat, sprinkler, pendeteksi panas, pendeteksi asap, titik kumpul, kabel listrik dalam tanah, hidran umum, helipad sampai akses jalan yang lebar adalah fasilitas tambahan yang harus disediakan oleh pengembang.

“Bayangkan jika saat kebakaran di lokasi perumahan yang akses masuk hanya selebar 4 meter. Bagaimana mobil PMK bisa bersimpangan?,” imbuh pria yang hobi menulis ini.

Kurangnya fasilitas evakuasi ini tak jarang dikeluhkan banyak penghuni. Sementara pihak pengembang berdalih penambahan fungsi evakuasi dan titik kumpul akan membebani secara finansial.

“Sejak awal memang pengembang sudah dibebani dengan persyaratan administrasi, perijinan, biaya tak langsung hingga biaya promosi. Meski demikian hal ini tak boleh membuat pengembang berkelit dari tanggung jawab,” ucap Mahfuzi.

Pengawasan dari pemerintah daerah adalah jalan tengah yang bisa dilakukan. Pemerintah memiliki kewenangan dalam kebijakan dan regulasi, apalagi saat ini Pemkot Malang berkomitmen membentuk Kota Tangguh.

“Seperti penerapan dan pemberlakuan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) untuk bangunan oleh Pemerintah Kota Malang adalah salah satu bentuk pengawasan. Akan bagus lagi jika ada sertifikasi bagi lokasi pengembangan properti,” tutupnya

Pewarta : Mahfuzi
Editor : Yusufi

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *