BPBD Kota Malang | Periode musim di Indonesia lazimnya berubah setelah selama enam bulan. Namun kini sebagai dampak adanya perubahan iklim, musim kemarau kian panjang namun durasi hujan terus bertambah pendek. Prediksi BMKG Karangploso pun menyebutkan hujan akan turun di awal Nopember atau molor satu bulan dari biasanya.

Dari 60 Zona Musim (ZOM) yang ada di Jawa Timur, terdapat 38 ZOM yang memasuki musim hujan pada periode Nopember, termasuk diantaranya Kota Malang. “Menurut analisis BMKG, hujan di Kota Malang akan turun saat Nopember nanti. Meski sifat hujannya termasuk normal, namun puncak musim hujan akan terjadi sekitar Januari,” ungkap Mahfuzi, Analis Bencana BPBD Kota Malang, Rabu (9/10/19).

Seolah menjadi kegiatan rutin, tiap hujan turun ada saja kasus kejadian bencana yang menimpa Kota Malang. Dari catatan Pusdalops BPBD Kota Malang, tahun 2018 lalu tercatat 222 kasus bencana. 14 kasus diantaranya genangan air, angin kencang 12 kasus, tanah longsor 50 kasus. Ini berarti 34 persen dari total kejadian adalah bencana hidrometeorologi.

Seperti diketahui, Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh beberapa parameter meteorologis seperti kelembaban, curah hujan, suhu dan angin.

“Akibat bencana 2018 lalu, 3 orang dinyatakan meninggal, 10 orang luka-luka dan 65 orang lainnya harus mengungsi ke tempat lain. Kerugian akibat bencana pun menelan biaya hingga Rp. 6,6 milyar,” sambung Mahfuzi.

Windsock yang dipasang di atas jembatan kaca Kampung Warna-Warni Jodipan

Mahfuzi menambahkan, datangnya musim hujan takkan pernah lepas dari bahasan hujan lebat, genangan air, tanah longsor, angin kencang hingga pohon tumbang. Ini akibat stigma di masyarakat yang menempatkan musim hujan identik dengan jenis bencana tersebut. Apalagi banjir terhebat sempat terjadi tanggal 10 Desember lalu dan viral kemana-mana.

Sebagai bentuk respon dan perhatian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang telah merencanakan dan melakukan mitigasi. Upaya mitigasi dilakukan sebagai antisipasi bencana dari sebelum, saat terjadi dan sesudah kejadian.

“Dalam beberapa langkah kami telah memasang windsock (kantung angin) di lima titik. Juga memberikan peringatan dini lewat media sosial serta siar ulang data milik Jasa Tirta tentang kenaikan debit di sungai-sungai. Termasuk menyiapkan dan menerjunkan TRC untuk melakukan monitoring,” tutur alumnus Disaster Management Unsyiah Aceh ini menambahkan.

Meski bencana sepenuhnya tak bisa diramalkan kapan terjadinya, namun berkat pendekatan keilmuan bencana bisa dihindari. Mahfuzi pun meminta langkah preventif yang dilakukan pemerintah hendaknya diimbangi dengan peran masyarakat dengan pemantauan dan monitoring lingkungan masing-masing.

“Tingkatkan kewaspadaan. Jika hujan lebat disertai angin, jangan berteduh di bawah pohon. Yang bermukim di lereng bukit atau bantaran sungai agar berhati-hati dengan arus sungai dan kenaikan debit. Jika melihat adanya potensi bencana tersebut agar segera menghubungi BPBD kami,” tutupnya.

Pewarta : MS
Editor : Yusufi

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version