Malang merupakan kota indah nan sejuk yang memiliki banyak kelebihan. Di samping topografi wilayah yang memiliki view menawan juga terdapat seabrek daya tarik yang memikat banyak orang untuk menetap maupun berkunjung.

Dibalik kemolekan dan keindahan tersebut, tampaknya kini Warga Malang perlu mewaspadai banyaknya ancaman bencana yang mengintai sepanjang tahun. Pasalnya beragam bencana telah ratusan kali melanda kota ini baik saat bulan basah maupun kering.

Dalam sebuah kajian internal berdasarkan rekaman data kejadian bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang menemukan beberapa fakta dibalik peristiwa bencana.

Analis Bencana BPBD Kota Malang, Mahfuzi mengungkapkan selama tahun 2015-2016 data kejadian masih didominasi peristiwa tanah longsor dan kebakaran. Meski belum terekam secara sistematis akibat Pusdalops PB belum terbentuk, namun dampak akibat bencana cukup besar.
Jumlah kejadian tahun 2015 tercatat 12 bencana dengan perincian kebakaran 6 kali, tanah longsor 5 kali dan kejadian lainnya 1 kali dengan kerugian akibat bencana Rp. 1.153.000.000,-.

Sementara itu bencana tahun 2016 naik menjadi 101 kejadian, dimana terjadi 19 kali kebakaran, 55 kali tanah longsor, 1 kali gempa, 2 kali angin kencang, 1 kali genangan air, 16 kali pohon tumbang dan 7 kali kejadian lainnya dengan kerugian mencapai Rp. 867.485.000,-
“Awal-awal 2015 dan 2016 kejadian bencana masih di bawah seratus. BPBD belum dikenal sehingga warga tidak melapor saat ada kejadian. Namun dari asesmen ada warga yang kehilangan tempat tinggal, mengungsi, fasilitas umum rusak dan lainnya,” tutur Mahfuzi, Selasa (7/5/19) di ruang kerjanya.

Tahun 2017 bencana kian agresif melanda Kota Malang. Hingga 31 Desember 2017 tercatat 192 kejadian bencana dengan kerugian Rp. 6.164.069.500,-. Jenis bencana pun kian beragam dengan 74 kali tanah longsor diikuti 42 kali pohon tumbang, 13 kali genangan air, kebakaran 34 kali, angin kencang 4 kali, gempa 2 kali dan kejadian lainnya 23 kali.
“Dalam tahun itu, 10 orang kehilangan nyawa akibat bencana dan korban mengungsi mencapai 47 orang. Rata-rata mengungsi akibat kebakaran,” tambah Mahfuzi.

Makin maju dan berkembang sebuah kota, peluang perubahan kian terbuka khususnya ancaman bencana makin tinggi intensitasnya. Berdasar data Pusdalops PB, selama tahun 2018 terdapat 222 dengan kerugian Rp. 6.658.146.850,-. Mahfuzi lantas merinci kejadian longsor sebanyak 49 kali, genangan air 14 kali, kebakaran 69 kali, angin kencang 12 kali, pohon tumbang 54 kali, gempa 3 kali dan non alam/lain sebanyak 21 kali.
“Dampak kejadian selama 2018 ini 3 orang meregang nyawa, 9 orang luka-luka dan 65 orang mengungsi,” papar pria penyuka traveling ini.

Sebagai instansi penyelenggara penanggulangan bencana, BPBD telah memberikan upaya pengurangan risiko bencana. Hal ini ditujukan guna meminimalkan dampak kerugian materiil dan immateriil baik dengan pelatihan, simulasi, sosialisasi bahkan program kelurahan tangguh serta sekolah aman bencana. Kendati beragam cara telah ditempuh guna menekan angka kejadian, namun data mengatakan lain. Empat bulan pertama 2019 saja sudah tercatat 82 kejadian bencana.
82 kejadian tersebut dirinci sebagai berikut: tanah longsor sebanyak 34 kali, genangan air 10 kali, kebakaran 13 kali, angin kencang 12 kali, pohon tumbang 9 kali, gempa 1 kali dan kejadian non alam 3 kali dengan total kerugian Rp. 8.269.928.000,-

Mahfuzi menyebut nilai kerugian akibat bencana dihitung berdasarkan kerusakan dan kerugian yang dialami. Nilai ini adalah komulatif dari dampak fisik dan non fisik yang bisa dirasakan korban bencana.
“Kerugian saat tanggap darurat 2015-2019 mencapai Rp. 23.112.629.350,- inilah ongkos bencana yang harus dibayar,” imbuhnya.

Berpijak dari realita ini, porsi pencegahan dan kesiapsiagaan idealnya harus lebih besar. Optimalisasi peran pemerintah (BPBD-red) harus konsisten dan sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dengan pola pikir (mindset) penanggulangan bencana yang kini bergeser ke arah diseminasi dan edukasi bencana diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi risiko bencana.
“Dampak dan kerugian akibat bencana sedikit banyak mempengaruhi aktivitas pembangunan dan hak hidup. Dengan meningkatkan fungsi kewaspadaan serta edukasi dini maka pemahaman sadar bencana akan naik signifikan,” pungkasnya.

Pewarta : Mahfuzi

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *