BPBD Kota Malang | Kota Malang saat ini tengah menjalani musim kemarau. Sesuai prediksi BMKG Karangploso, puncak musim kemarau berlangsung saat Agustus mulai datang hingga awal musim hujan. Akibat kemarau ini warga Kota Malang pun diminta mewaspadai ancaman bencana seperti kebakaran, udara kering, hawa dingin termasuk tanah longsor.
Kok bisa tanah longsor?
Bencana tanah longsor dimungkinkan terjadi di musim kemarau. Terutama di kawasan yang memiliki kemiringan lahan cukup curam, tak ada vegetasi penahan tanah serta memiliki riwayat geofisika tanah yang mengering atau pecah-pecah jika tak ada air.
“Penyebab utama longsor memang bukan musim kemaraunya, tapi tanah yang pecah, merekah akibat kurangnya air menyebabkan jarak antar pori merenggang. Saat hujan turun meski intensitasnya rendah maka akan longsor,” terang Analis Bencana BPBD Kota Malang, Mahfuzi saat ditemui Kamis (8/8/19).
Saat kemarau dengan evapotranspirasi yang meningkat tajam berpotensi hilangnya kadar air dalam tanah. Hal ini membuat tanah menjadi rentan pecah bahkan retak-retak. “Secara fisik, tanah yang pecah atau retak apalagi berada di lereng tebing jika mendapat tekanan (beban) misalkan adanya aktivitas, getaran bahkan hujan intensitas rendah akan memicu longsor,” sambung Mahfuzi.
Kota Malang yang diakui sebagai wilayah yang dianugerahi alam yang indah dengan magnet yang kuat hingga para turis rela jauh-jauh datang untuk berkunjung. Namun siapa sangka dengan topografi wilayah yang memiliki kontur tinggi rendah ini ternyata menyimpan kerawanan bencana khususnya gerakan tanah atau tanah longsor. “Kini longsor tak hanya didominasi saat musim hujan datang. Saatnya bagi kita semua bersikap waspada dan hati-hati,” pinta pria yang hobi menulis ini.
Berdasarkan rilis Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada bulan Agustus ini menyebutkan Kecamatan Lowokwaru dan Sukun masuk dalam kategori rawan pergerakan tanah. Tingkat potensi gerakan tanah di kedua kecamatan ini tergolong menengah. Meski jika dibandingkan dengan dua kota tetangga di Malang Raya, Lowokwaru dan Sukun yang memiliki potensi gerakan tanah cenderung lebih rendah. “Tak ada yang tahu kapan bencana itu terjadi. Langkah kita hanyalah meminimalkan risiko bencana dengan mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat,” ujar Mahfuzi menambahkan.
Diakui Mahfuzi sangat sulit untuk mencegah terjadinya pemanfaatan lahan di bantaran sungai, lahan kritis maupun kawasan yang curam akibat faktor demografi dengan naiknya kebutuhan lahan. Meski berbahaya namun ada saja yang nekad mendiami wilayah tersebut. “Yang bisa dilakukan adalah mewaspadai saat awal musim hujan datang. Kenali wilayah dengan melakukan monitoring lingkungan. Amati secara visual dan jika perlu laporkan ke BPBD,” pungkasnya.
Pewarta : Mahfuzi
Editor : Very